MPNews | KAB. BANDUNG – – Perkebunan teh Malabar, yang terkenal dengan keindahannya, kini diwarnai ketegangan. Konflik agraria meletus antara warga Pangalengan dan karyawan PTPN Malabar, memprotes alih fungsi lahan HGU yang diduga dilakukan secara ilegal. Ratusan hektar lahan kebun teh yang dulunya subur kini berubah menjadi ladang sayuran, memicu kemarahan dan protes keras dari warga dan karyawan.
“Ini bukan sekadar lahan, ini warisan leluhur kami yang kini terancam!” ujar seorang warga dengan nada geram. “Tanah ini milik negara, tapi oknum tertentu seenaknya mengalihfungsikannya untuk kepentingan pribadi.”.
Kekecewaan warga semakin memuncak dengan perusakan tanaman sayur-sayuran dan pembakaran saung milik para buruh tani. Mereka merasa hak mereka dirampas, sementara karyawan PTPN merasa diabaikan dalam proses alih fungsi ini. Upaya reboisasi dan penghijauan pun dihalangi, memperkeruh suasana dan memicu protes semakin keras.
Blok Pahlawan, kebun Kertamanah, menjadi titik konflik paling panas. Alih fungsi lahan di wilayah ini dianggap sebagai puncak ketidakadilan. Warga menuding oknum tertentu di PTPN telah melakukan konspirasi dengan para kapitalis untuk meraup keuntungan dari alih fungsi lahan ini, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan hak masyarakat.
Ironi: Program Reboisasi vs Perusakan Lahan
Pemerintah pusat memiliki berbagai program reboisasi, penghijauan, dan penanaman pohon yang bertujuan untuk memulihkan hutan dan lahan, mengurangi dampak perubahan iklim, serta meningkatkan kualitas lingkungan. Program-program ini melibatkan penanaman bibit unggul di berbagai lokasi, termasuk hutan yang rusak dan lahan kritis.
Di sisi lain, para kapitalis semakin memperluas perusakan lahan-lahan perkebunan teh. Diduga adanya keterlibatan oknum di tubuh perkebunan sendiri. Salah satu tokoh warga masyarakat yang peduli lingkungan, Pencipta Alam, mengatakan perusakan lahan atau alih fungsi lahan dari tanaman teh menjadi tanaman sayuran dan objek wisata ini marak sejak beberapa tahun terakhir ini di Kecamatan Pangalengan. Para pelaku usaha bermodal besar bekerjasama dengan pemegang HGU lahan negara yakni PTPN.

Mereka mengalihfungsikan lahan atau mengganti komoditas tanaman teh dengan sayuran seperti kentang, kol, wortel dan lainnya. Kemudian ada juga yang menyulap kebun teh menjadi objek wisata. Dengan begitu, otomatis tanaman teh yang sudah tumbuh ratusan tahun dan juga berfungsi sebagai kawasan hijau serapan air dibongkar dan digantikan dengan tanaman holtikultura yang rawan menyebabkan erosi dan banjir saat hujan tiba.
Warga Pangalengan berharap Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, segera turun gunung untuk melakukan investigasi internal terhadap para oknum yang terlibat dalam kasus ini. Langkah tegas diharapkan dapat meredam ketegangan konflik yang berkepanjangan dan memulihkan kepercayaan warga terhadap upaya penyelamatan lingkungan.
Gubernur Jawa Barat Turun Gunung
Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, melalui akun KDM-nya, menyatakan keprihatinannya dan menegaskan bahwa PTPN seharusnya fokus pada reboisasi dan penghijauan, bukan menyewakan lahan untuk bisnis wisata dan komoditi sayur-sayuran. “Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal lingkungan dan masa depan!” tegas Kang Dedi.
Konflik Agraria Masih Menghantui Indonesia
Konflik di Pangalengan menunjukkan bahwa konflik agraria masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan konflik ini dengan adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat dan lingkungan.*[Wanhendy]