MPNews | KAB. BANDUNG – Di bawah langit yang dihiasi hamparan kebun teh hijau di kaki Gunung, persimpangan jalan di Bunderan Pangalengan menjadi saksi bisu rencana pemekaran 8 desa menjadi 21 desa. Rencana ini menjanjikan kemajuan, tetapi juga mengantarkan kita pada pertanyaan yang menggelitik: Apakah pemekaran ini akan membawa Pangalengan menuju kemakmuran yang merata atau justru menjadi lahan bisnis yang menguntungkan segelintir orang?
Harapan Bersemi di Bawah Mentari
Bagi warga Pangalengan, pemekaran ini diharapkan dapat menyemai benih kemajuan, sebuah harapan yang membuncah layaknya air terjun Cibolang yang menawan. Layanan publik yang lebih baik, akses transportasi yang mudah, dan pendapatan desa yang lebih besar menjadi impian yang menjelma menjadi harapan.
Bayang-Bayang Kapitalisme Menyeruak di Balik Keindahan
Namun, di balik keindahan hamparan teh hijau, bayang-bayang kapitalisme mulai menyeruak. Para pengamat mengungkapkan kekhawatiran bahwa pemekaran ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan dan mengutamakan kepentingan bisnis ketimbang kemakmuran rakyat. Kekhawatiran terhadap potensi penggusuran lahan perkebunan teh yang telah menjadi bagian dari sejarah Pangalengan muncul seperti awan mendung yang menyelimuti langit biru.
Suara Warga: Keadilan, Bukan Ketamakan
“Kami ingin pemekaran ini menghasilkan kemakmuran yang merata, bukan hanya menguntungkan segelintir orang,” ungkap seorang tokoh masyarakat, pemerhati alam, dan pecinta lingkungan. “Jangan sampai alam yang indah ini dikorbankan demi keuntungan bisnis.” Suaranya menggema layaknya desiran angin di hutan pinus, mengingatkan kita pada pentingnya keseimbangan antara keuntungan dan keadilan.
Potensi Alam yang Menggoda: Sebuah Persimpangan Jalan
Pangalengan memang kaya akan potensi alam yang menggoda. Suku Gunung Wayang Windu berdiri megah, menjadi saksi bisu proyek PLTU Star Energy Geothermal yang menjanjikan energi bersih. Hilirisasi air bersih di sungai Cissanti menunjukkan potensi ekonomi yang besar. Namun, warisan kolonial Belanda dalam bentuk Bendungan PLTA, keindahan kebun teh yang luas, dan 128 lokasi wisata mengingatkan kita pada nilai budaya dan ekologis yang tak ternilai.
Pesona Wisata yang Memikat: Simfoni Keindahan Alam
Dari Nimo Heland dan Tirtakameli yang menawarkan pesona alam yang menakjubkan, hingga keindahan Taman Alam Kertamanah Wayang Windu dan keindahan Cikijang, Pangalengan menawarkan simfoni keindahan alam yang tak tertandingi. Situ Cileunca, dengan airnya yang jernih dan panorama yang menakjubkan, menawarkan keterikatan yang mendalam dengan alam. Sungai Palayangan, dengan arusnya yang menantang, menawarkan petualangan yang mendebarkan. Tak ketinggalan, Taman Langit Sandres Situ Datar dengan hamparan tanaman sayut yang menghijau, menjadi daya tarik tersendiri bagi para penikmat keindahan alam.
Menjelajahi Pulosari & Warnasari
Pulosari dan Warnasari, dengan pesona alamnya yang memikat, menjadi bagian tak terpisahkan dari Pangalengan. Warisan kolonial Belanda di sini, menawarkan kesempatan untuk menelusuri jejak sejarah dan keindahan alam.
Berkah Teh yang Mempesona: Warisan yang Tak Ternilai
Perkebunan Teh Malabar dan Perkebunan Teh Cukul, dengan hamparan teh hijau yang menakjubkan, merupakan warisan yang tak ternilai. Hutan Pinus Rahong, dengan udara yang sejuk dan aroma pinus yang menenangkan, merupakan destinasi yang ideal untuk menikmati keindahan alam yang menenangkan. Para peternak sapi KPBS dengan ternak-ternaknya yang merumput di padang rumput hijau juga menjadi bagian tak terpisahkan dari panorama alam Pangalengan.
Kearifan Lokal yang Berharga: Jalinan Budaya yang Kuat
Kampung Singkur, dengan budaya dan tradisi lokalnya yang kaya, menawarkan peluang untuk menjelajahi keunikan budaya yang telah diwariskan turun temurun. Jalinan budaya ini merupakan aset yang berharga dan harus dijaga dengan baik.
Pemekaran Pangalengan menawarkan peluang besar untuk memajukan daerah, tetapi juga menantang kita untuk memastikan bahwa kemajuan tersebut tidak mengorbankan keindahan dan kelestarian alam yang menjadi ciri khas Pangalengan. Semoga pemekaran ini dapat membawa Pangalengan menuju kemakmuran yang merata dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan warisan budaya dan ekologisnya.*[Wanhendy]