KAB. BANDUNG | MPNews – Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kab. Bandung menyelenggarakan Kegiatan Media Ghatering, dengan tema Hayu Urang Ngawangkong Bareng Dadang Supriatna ‘Nga Bedas Keun’ dengan tajuk Pernyataan Dewan Pers tentang menjaga kode Etik Jurnalis, Selasa (6/2/2024), di Hotel Kampung Sumber Alam, Cipanas, Kabupaten Garut.
Kegiatan yang diikuti para Jurnalis dari berbagai organisasinya tersebut berlangsung selama 2 hari dan menghadirkan narasumber, diantaranya
Kepala Diskominfo, H. Yosef Nugraha, H. Rahmat Sudarmadji, Jurnalis dan pimpinan redaksi dara.co.id, Enjang Muhaimin, kepala program studi bidang jurnalistik universitas Gunung Jati.
Kepala Diskominfo Kab. Bandung H. Yosef Nugraha menyampaikan, kegiatan dilakukan dalam rangka silaturahmi dengan para jurnalis. Media Ghatering menurutnya, merupakan program baru dalam melakukan pendekatan dengan subtansi yang paling didapat.
Kedepan ikatakannya, akan dibuat agenda yang akan membahagiakan seluruhnya yaitu sebuah forum yang tugasnya membahagiakan. Membangun sebuah keluarga besar.
“Kami ingin Kominfo merembet sebagai ikatan keluarga besar dan silaturahmi. Seusai acara Media Ghatering ini.”.
Lanjutnya, kedepan secara bersama-sama akan dibangun program healing, katanya.
Pada pembahasan tema, narasumber Enjang Muhaimin menyampaikan,
terkait kode etik jurnalis, bahwa dunia jurnalis adalah dunia yang sangat luar biasa.
Diibaratkan pedang dua. Sebab bisa saja menjerumuskan bisa juga menyelamatkan bagi wartawan.
Namun menurutnya ada juga penyelematan baik pada wartawannya maupun narasumbernya. Sejatinya juga kode etik merupakan penyelamat bagi wartawan.
Kode Etik Jurnalis merupakan pembatas antara hak dan kewajiban.
“Jadi perlu pemahaman yang lebih dalam kode etik jurnalis oleh wartawan, bila dipahami lebih dari 50 persen maka itu bisa luar biasa, katanya.
Narasumber lain, H. Rahmat Sudarmadji menyampaikan, pada kode etik prilaku diterbitkan untuk menegaskan pada rambu – rambu yang sudah ada.
Dalam survey terakhir, ternyata wartawan yang menghafal kode etik hanya 59 persen. “Saya sangat miris ketika melihat seorang pejabat saat diwawancara , wartawannya pake sandal jepit. Jadi jangan merasa sudah jadi wartawan ternyata isi wawancaranya hanya curhat,” terang Rahmat.
Pada pemahaman masalah, dirinya membedakan wartawan dulu dengan sekarang. Bila mencintai wartawan maka cintailah profesi.
Dicontohkannya, dari 2500 pengaduan, ternyata itu terkait prilaku wartawan. Padahal yang harus diperhatikan adalah undang – undang keterbukaan informasi publik. Kode etik wartawan wajib dipahami dan dijalankan.
Tempuhan cara bisa dilakukan yang bisa dianggap baik. Komitmen kode etik harus diperhatikan.
Keadaan kode etik jurnalistik pada penerapannya masih dibawah 50 persen, jadi wartawan hanya sekedar menjalankan profesi.
“Ibarat datanya benar, namun bila pada penerapan kode etiknya salah maka semua akan salah. Tapi yakinkan dengan konfirmasi,” tambahnya.
Sementara H. Yosef Nugraha mencontohkan kalimat Lailahailallah dan itu bisa menghapus dosanya manusia.
Jadi luar biasa jurnalistik dengan produknya dalam mengolah kata. Jurnalis itu bekerja dalam sebuah dimensi, yaitu kata – kata.
Wartawan, menurut H. Yosef, seperti darah dalam tubuh, namun bila darah itu encer bisa membahayakan. Namun bila ada keseimbangan yaitu dibarengi dengan etika.
Bila wartawan paham kode etik, maka kemerdekaan pers akan berjalan dengan baik.
“Kode etik adalah keseimbangan untuk keseimbangan kemerdekaan dan tanggungjawab Pers, kami yakin Bukan tidak menerapkan, namun mungkin belum memahaminya, tuturnya.
Diungkapkan H. Yosef, sosial kontrol sangat penting, sebab banyak kepentingan dan kepentingan yang lebih besar adalah kepentingan masyarakat yang utama.**(DA)